Pages

Jumat, 20 Maret 2015

INCEST, HOMELESS, WANITA DI PUSAT REHABILITASI


(PENDAHULUAN)

A.       LATAR BELAKANG
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial secara utuh dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem repoduksi serta fungsi dan prosesnya. Dalam kehidupan sehari-hari ada banyak kasus yang menyangkut masalah kesehatan reproduksi seperi incest (hubungan badan sedarah), homeless (tunawisma), dan wanita di pusat rehabilitasi.

Ketiga kasus ini banyak terjadi di masyarakat dan kebanyakkan korbanya adalah perempuan dan anak-anak, dampak yang ditimbulkan adalah gangguan pada sistem reproduksi dan gangguan psikologis yang akan mempengaruhi masadepan pelaksana.
Untuk menanggulangi masalah ini perlu kerjasama antara masayarakat dan pemerintah apabila salah satunya tidak berkontribusi dengan baik maka upaya penanggulanagan tidak akan berhasil dengan baik.

B.       TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan kami untuk menulis makalah ini adalah :
v  Untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai masalah reproduksi (incest, homeless, dan wanita di pusat rehabilitasi)
v  Untuk memenuhi tugas mata kuliah kesehatan reproduksi
v  Membagi wawasan dengan rekan mahasiswa lainnya.

C.       RUMUSAN MASALAH
v  Apa yang dimaksud dengan incest ?
v  Apa yang dimaksud engan homeless ?
v  wanita di pusat rehabilitasi ?



BAB II
(PEMBAHASAN)


I.     INCEST

A.       PENGERTIAN
Hubungan sedarah (Inggris : Incest) adalah hubungan badan atau hubungan seksual yang terjadi antara dua orang yang mempunyai ikatan pertalian darah, misal ayah dengan anak perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, atau antar sesama saudara kandung atau saudara tiri.

B.        JENIS-JENIS INCEST
·      Incest yang bersifat sukarela (tanpa paksaan)
Hubungan seksual yang dilakukan terjadi karena unsur suka sama suka.
·      Incest yang bersifat paksaan
Hubungan seksual dilakukan karena unsur keterpaksaan, misalkan pada anak perempuan diancam akan dibunuh oleh ayahnya karena tidak mau melayani nafsu seksual. Incest seperti ini pada masyarakat lebih dikenal dengan perkosaan incest.

C.       SEBAB DAN AKIBAT DARI INCEST
·      Penyebab Incest
Ada beberapa penyebab atau pemicu timbulnya incest. Akar dan penyebab tersebut tidak lain adalah karena pengaruh aspek struktural, yakni situasi dalam masyarakat yang semakin kompleks. Kompleksitas situasi menyebabkan ketidakberdayaan pada diri individu. Khususnya apabila ia seorang laki-laki (notabene cenderung dianggap dan menganggap diri lebih berkuasa) akan sangat terguncang, dan menimbulkan ketidakseimbangan mental-psikologis. Dalam ketidakberdayaan tersebut, tanpa adanya iman sebagai kekuatan internal/spiritual, seseorang akan dikuasai oleh dorongan primitif, yakni dorongan seksual ataupun agresivitas.

Faktor-faktor struktural tersebut antara lain adalah:
1.    Konflik budaya.
Perubahan sosial terjadi begitu cepat nya seiring dengan perkembangan teknologi. Alat-alat komunikasi seperti radio, televisi, DVD, HP, koran, dan majalah telah masuk keseluruh pelosok wilayah Indonesia. Seiring dengan itu masuk pula budaya-budaya baru yang sebetulnya tidak cocok dengan budaya dan norma-norma setempat. Orang dengan mudah mendapat berita kriminal seks melalui tayangan televisi maupun tulisan di koran dan majalah. Juga informasi dan pengalaman pornografi dan berbagai jenis media. Akibatnya, tayangan televisi, DVD dan berita di koran atau majalah yang sering menampilkan kegiatan seksual incest {hubungan sedarah}serta tindak kekerasannya, dapat menjadi model bagi mereka yang tidak bisa mengontrol nafsu birahinya.

2.    Kemiskinan
Meskipun incest dapat terjadi dalam segala lapisan ekonomi, secara khusus kondisi kemiskinan merupakan suatu rantai situasi yang sangat potensial menimbulkan incest {hubungan sedarah}.Banyak keluarga miskin hanya memiliki satu petak rumah.Rumah yang ada merupakan satu atau dua kamar dengan multi fungsi. Tak pelak lagi, kegiatan seksual terpaksa dilakukan di tempat yang dapat ditonton anggota keluarga lain. Tempat tidur anak dan orangtuanya sering tidak ada batasnya lagi.Ayah yang tidak mampu menahan nafsu birahinya mudah terangsang melihat anak perempuannya tidur.Situasi semacam ini memungkinkan untuk terjadinya incest kala ada kesempatan.



3.    Pengangguran
Kondisi krisis juga mengakibatkan banyak terjadinya PHK yang berakibat banyak orang yang menganggur. Dalam situasi suit mencari pekerjaan, sementara keluarga butuh makan, tidak jarang suami istri banting tulang bekerja seadanya. Dengan kondisi istri jarang di rumah (apalagi bila menjadi TKW), membuat sang suami kesepian. Mencari hiburan di luar rumah pun butuh biaya.Tidak menutup kemungkinan anak yang sedang dalam kondisi bertumbuh menjadi sasaran pelampiasan nafsu birahi ayahnya.

Adapun faktor-faktor Lustig (Sawitri Supardi: 2005) mengemukakan faktor-faktor lain,yaitu:
a.         Keadaan terjepit, dimana anak perempuan manjadi figur perempuan utama yang mengurus keluarga dan rumah tangga sebagai pengganti ibu.
b.         Kesulitan seksual pada orang tua, ayah tidak mampu mengatasi dorongan seksualnya.
c.         Ketakutan akan perpecahan keluarga yang memungkinkan beberapa anggota keluarga untuk lebih memilih desintegrasi struktur dari pada pecah sama sekali.
d.         Sanksi yang terselubung  terhadap ibu yang  tidak berpartisipasi dalam tuntutan peranan seksual sebagai istri.
e.         Pengawasan dan didikan orang tua yang kurang karena kesibukan orang bekerja mencari nafkah dapat melonggarkan pengawasan oleh orangtua bisa terjadi incest.
f.           yang normal pada saat mereka remaja dorongan seksual nya begitu tinggi karena pengaruh tayangan yang membangkitkan naluri birahi juga ikut berperan dalam hal ini.




·        Akibat incest

Ada beberapa akibat dari perilaku incest ini, khususnya yang terjadi karena paksaan.Diantaranya,adalah:
a.    Gangguan psikologis.
Gangguan psikologis akibat dan kekerasan seksual atau trauma post sexual abuse, antara lain : tidak mampu mempercayai orang lain, takut atau khawatir dalam berhubungan seksual, depresi, ingin bunuh diri dan perilaku merusak diri sendiri yang lain, harga diri yang rendah, merasa berdosa, marah, menyendiri dan tidak mau bergaul dengan orang lain, dan makan tidak teratur.
b.    Gangguan medis.
Secara medis menunjukan bahwa anak hasil dari hubungan incest berpotensi besar untuk mengalami kecatatan baik fisik ataupun mental.
c.    Akibat lain yang cukup meresahkan korban adalah mereka sering disalahkan dan mendapat stigma (label) yang buruk. Padahal, kejadian yang mereka alami bukan karena kehendaknya. Mereka adalah korban kekerasan seksual. Orang yang semestinya disalahkan adalah pelaku kejahatan seksual tersebut.
d.    Berbagai studi memperlihatkan, hingga dewasa, anak-anak korban kekerasan seksual seperti incest biasanya akan memiliki self-esteem (rasa harga diri) rendah, depresi, memendam perasaan bersalah, sulit mempercayai orang lain, kesepian, sulit menjaga membangun hubungan dengan orang lain, dan tidak memiliki minat terhadap seks.
e.    Studi-studi lain bahkan menunjukkan bahwa anak-anak tersebut akhirnya ketika dewasa juga terjerumus ke dalam penggunaan alkohol dan obat terlarang, pelacuran, dan memiliki kecenderungan untuk melakukan kekerasan seksual kepada anak-anak.




D.     UPAYA MENGATASI INCEST

Untuk menghindari terjadinya incest yang baik disertai atapun tidak disertai kekerasan seksual, perlu dilakukan tindakan sebagai berikut:
1.    Memperkuat keimanan dengan menjalankan ajaran agama secara benar. Bukan hanya mengutamakan ritual, tetapi terutama menghayati nilai-nilai yang diajarkan sehingga menjadi bagian integral dari diri sendiri. Hal ini dapat dicapai dengan penghayatan akan Tuhan sebagai pribadi, sehingga relasi dengan Tuhan bersifat “mempribadi”, bukan sekadar utopia yang absurd.
2.    Memperkuat rasa empati, sehingga lebih sensitif terhadap penderitaan orang lain, sekaligus tidak sampai hati membuat orang lain sebagai korban.
3.    Mengisi waktu luang dengan kegiatan kreatif-positif.
4.    Menjauhkan diri dan keluarga dari hal-hal yang dapat membangkitkan syahwat.
5.    Memberikan pengawasan dan bimbingan terhadap anggota keluarga, sehingga dapat terkontrol.
6.    Memberikan pendidikan seks sejak dini, sesuai dengan usia anak.




I.     HOMELESS

1.    PENGERTIAN
Homeless dalam bahasa Indonesia berarti tunawisma. Tunawisma adalah orang yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap di wilayah tertentu dan hidup di tempat umum. Tunawisma adalah orang yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap dan berdasarkan berbagai alasan harus tinggal di bawah kolong jembatan, taman umum, pinggir jalan, pinggir sungai, stasiun kereta api, atau berbagai fasilitas umum lain untuk tidur dan menjalankan kehidupan sehari-hari. Sebagai pembatas wilayah dan milik pribadi, tunawisma sering menggunakan lembaran kardus, lembaran seng atau aluminium, lembaran plastik, selimut, kereta dorong pasar swalayan, atau tenda sesuai dengan keadaan geografis dan negara tempat tunawisma berada untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seringkali tunawisma hidup dari belas kasihan orang lain atau bekerja sebagai pemulung. Gelandangan adalah istilah dengan konotasi negatif yang ditujukan kepada oranorang yang mengalami keadaan tunawisma.
·      Adapun secara spesifik ciri-ciri tunawisma yaitu sebagai berikut:
·      Para tunawisma tidak mempunyai pekerjaan.
·      Kondisi fisik para tunawisma tidak sehat.
Para tunawisma biasanya mencari-cari barang atau makanan disembarang tempat demi memenuhi kebutuhan hidupnya.
d.Para tunawisma hidup bebas tidak bergantung kepada orang lain ataupun keluarganya.
Faktor-faktor yang Mengakibatkan Munculnya Tunawisma
Ada berbagai alasan yang menjadikan seseorang memilih untuk menjalani hidupnya sebagai seorang tunawisma antara lain segi ekonomi. Kemiskinan merupakan faktor utama, kemiskinan menyebabkan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan papan, sehingga mereka bertempat tinggal di tempat-tempat umum.Kemiskinan juga menyebabkan rendahnya pendidikan sehingga tidak mempunyai ketrampilan dan keahlian untuk bekerja.Hal ini berdampak pada anak-anak mereka.Mereka tidak mampu untuk membiayai anak-anaknya sekolah sehingga anak-anak mereka juga ikut menjadi tunawisma, anak yang ditinggalkan orang tuanya sehingga mempengaruhi psikologis anak tersebut, kerenggangan hubungan dengan orang tua, atau keinginan untuk hidup bebas.
Anak yang ditinggal orang tuanya atau tidak mempunyai orang tua, saudara dan tempat tinggal maka mereka mencari tempat berteduh di tempat umum. Mereka mencari komunitas yang mau menerima dia apa adanya. Lansia yang ditelantarkan oleh keluarganya.Penggusuran karena perkembangan industri.Pengangguran karena kemajuan IPTEK akibatnya tenaga kerja kurang terlatih tersingkir sehingga di PHK.Namun alasan yang terbanyak dan paling umum adalah kegagalan para perantau dalam mencari pekerjaan. Hal ini diakibatkan karena cerita-cerita di kampung halaman tentang kesuksesan perantau kerap menjadi buaian bagi putra daerah untuk turut meramaikan persaingan di kota besar.
Beberapa di antaranya memang berhasil, namun kebanyakan dari para perantau kurang menyadari bahwa keterampilan yang mumpuni adalah modal utama dalam perantauan.Sehingga mereka yang gagal dalam merengkuh impiannya, melanjutkan hidupnya sebagai tunawisma karena malu bila pulang ke kampung halaman.
Masalah kependudukan di Indonesia pada umumnya telah lama membawa masalah lanjutan, yaitu penyediaan lapangan pekerjaan.Dan bila kita meninjau keadaan dewasa ini, pemerataan lapangan pekerjaan di Indonesia masih kurang. Sehingga kota besar pada umumnya mempunyai lapangan pekerjaan yang lebih banyak dan lebih besar daripada kota-kota kecil.
Hal inilah yang menjadi penyebab keengganan tunawisma untuk kembali ke daerahnya selain karena perasaan malu karena berpikir bahwa daerahnya memiliki lapangan pekerjaan yang lebih sempit daripada tempat dimana mereka tempati sekarang.Mereka memutuskan untuk tetap meminta-minta, mengamen, memulung, dan berjualan seadanya hingga pekerjaan yang lebih baik menjemput mereka.
Selain itu, masalah yang sampai saat ini belum teratasi yaitu kemiskinan yang sangat mempengaruhi munculnya tunawisma pada lansia.Permasalahan yang sangat dirasakan oleh kaum miskin yaitu permasalahan sosial ekonomi mereka, yakni karena mereka tidak mempunyai ekonomi yang cukup mereka tidak bisa membeli rumah sehingga mereka memutuskan untuk menjadi tunawisma (gelandangan).
·      Dampak dari Tunawisma
Salah satu penyebab mengapa tunawisma dipermasalahkan yaitu karena kebanyakan para tunawisma tinggal di permukiman kumuh dan liar, menempati zona-zona publik yang sebetulnya melanggar hukum, biasanya dengan mengontrak petak-petak di daerah kumuh di pusat kota atau mendiami stren-stren kali sebagai pemukim liar. Selain itu adanya para tunawisma pun mengganggu pemandangan indah suatu kota sehingga menjadi tidak tertib. Hal tersebut berhubungan dengan pekerjaan para tunawisma seperti, menjadi pengemis, pemulung sampah, pengamen, dan lian-lain sehingga sangat mengganggu kesejahteraan suatu kota tersebut. Sehingga hal tersebut dapat berdampak pada.:
a.         Kebersihan dan Kesehatan Rumah mereka seadanya, ventilasi dan penerangan kurang sehingga sangat jauh dari kriteria rumah sehat.
b.        Perilaku hidup bersih sangat kurang, sehingga muncul berbagai masalah kesehatan. Mereka tidak memperhatikan hal ini karena untuk makan saja mereka hampir tidak bisa terpenuhi. Mereka tidak mempunyai cukup dana untuk memelihara kesehatan dan pengobatan .
c.         Gizi kurang yang dikarenakan ketidakmampuan mereka memenuhi kebutuhan pangan akibat rendahnya daya beli makanan bergizi. Hal ini yang berdampak mereka mengalami gizi buruk termasuk anak hamil dan balita.
d.        Tindak kekerasan sesama tunawisma yang dikarenakan pada perebutan atau persaingan lahan mencari makan sehingga berakibat konflik.
e.         Anak- anak kecil banyak yang dimanfaatkan untuk mengemis dan menyetorkan sejumlah uang setiap harinya.

2.    DAMPAK HOMELESS PADA WANITA
Banyak yang menjadi korban homeless, khususnya anak-anak dan wanita.Pengaruh homeless pada anak-anak dan wanita sangat beresiko tinggi dan banyak dampak negatifnya bagi tumbuh kembang dan kesehatan reproduksi.Pengaruh yang sangat terlihat adalah pada mentalnya.Tetapi tunawisma perempuan jarang terlihat karena mereka sering menemukan perlindungan dengan saudara, teman, atau tunawisma lainnya yang perempuan.Sebagian besar perempuan tunawisma di jalan-jalan itu karena perceraian atau melarikan diri dari kekerasan dalam rumah tangga.Pengabaian juga merupakan kontributor kunci pada wanita tunawisma.
Perempuan mungkin pada peningkatan risiko tunawisma atau dipaksa untuk hidup dengan mantan atau pelaku saat ini untuk mencegah tunawisma.
Terkadang seorang wanita yang menjadi korban homeless memilki bahaya tersendiri bagi kesehatan reproduksinya. Mereka terancam oleh dunia kejahatan, yang biasanya akan terjerumus oleh sindikat penjualan perempuan yang akhirnya menjadi seorang PSK(Pekerja Seks Komersial). Bagi remaja yang belum cukup umur dan kurang pengetahuan, mereka akan mudah terjerat oleh sindikat ini yang kemudian akan berpengaruh terhadap segala aspek reproduksinya yang seharusnya belum menjadi tanggungan atau waktunya.
Banyak wanita homeless sering menjadi korban dikarenakan kurangnya pengetahuan dan ketidakmengertian mereka pada dampak-dampak yang akan mereka alami. Keadaan seperti itu seharusnya ditanggulangi sejak dini. Jika tidak, maka akan semakin banyak wanita yang akan mengalami kerusakan pada organ reproduksi, seperti PMS (Penyakit Menular Seksual) dan Kanker Mulut Rahim (Serviks).
Mungkin pada dasarnya semua wanita tidak mau menjadi seorang homeless, tetapi karena berbagai keadaan yang memaksa mereka menjadi homeless seperti:
1.        Sumber Pendapatan yang rendah
2.        Penggusuran rumah
3.        Tidak mempunyai pekerjaan
4.        Masalah keluarga

Meski begitu adapun upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan korban homeless yaitu:
1.        Memberikan pendidikan kesehatan
2.        Memberikan penyuluhan tentang proses kehidupan dikota tidak senyaman yang mereka pikirkan.
3.        Membantu menyalurkan keterampilan yang mereka miliki sehingga mereka bisa mengandalkan kemampuan mereka sendiri untuk dapat menghasilkan uang.
4.        Memberikan saran kepada homeless agar mau bergabung dengan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) untuk melindungi hak-hak kehidupannya.

3.    PENANGANAN YANG DILAKUKAN TERHADAP TUNAWISMA
Permasalahan tunawisma sampai saat ini merupakan masalah yang masih terjadi, karena berkaitan satu sama lain dengan aspek-aspek kehidupan. Namun pemerintah juga tidak habis-habisnya berupaya untuk menanggulanginya.Dengan berupaya menemukan motivasi melalui persuasi dan edukasi terhadap tunawisma supaya mereka mengenal potensi yang ada pada dirinya, sehingga menumbuhkan keinginan dan semangat untuk berusaha hidup lebih baik.Langkah-langkah yang telah dilakukan adalah dibangunnya Panti Sosial penampung para tunawisma (gelandangan). Melakukan pembinaan kepada para tunawisma yang dilakukan melalui panti dan non panti sehingga dengan cara ini para tunawisma mendapatkan pengetahuan, pembina harus mengetahui asal usul daerahnya serta identifikasi penyebab yang mengakibatkan mereka menjadi penyandang masalah sosial itu. Mengembalikan para tunawisma ke kampung mereka masing-masing.

Disamping hal tersebut pemerintah mengambil kebijakan untuk menanggulangi munculnya tunawisma antara lain:
a.    Tahap persiapan
Karena tunawisma biasanya tidak mempunyai tempat tinggal, maka suatu hal yang esensial bila mereka ditanggulangi dengan memotivasi mereka untuk bersama-sama dikumpulkan dalam di suatu tempat, seperti asrama atau panti sosial.Tujuan dalam tahap ini yaitu untuk berusaha memasuki atau mengenal aktivitas atau kehidupan para Tunawisma.

b.    Tahap Penyesuaian diri
Setelah para tunawisma dikumpulkan , kemudian mereka harus belajar menyesuaikan diri pada lingkungan yang baru, dimana berlaku aturan-aturan khusus.

c.    Tahapan pendidikan yang berkelenjutan
Setelah beberapa para tunawisma dalam lingkungan tersebut diadakan evaluasi mengenai potensi mereka untuk belajar dengan maksud supaya mendapatkan pendidikan yang lebih layak.

4.    KENDALA DALAM PENANGANAN HOMELESS
Kendala-kendala yang menyulitkan upaya penanganan gelandangan adalah:
·           Alokasi dana untuk penanganan Tunawisma relatif kecil.
·           Upaya penanganan terhadap Tunawisma seringkali hanya berhenti pada pendekatan preventif-represif.
·           Upaya penanganan sering tidak didukung oleh kebijakan Pemerintah Daerah.
·           Kurangnya partisipasi dan perhatian dari pemerintah.
·           Belum teratasinya kemiskinan



II.     WANITA DI PUSAT REHABILITASI

A.       Pengertian

Wanita pemakai atau pecandu narkoba biasanya terganggu atau menderita secara fisik (penyakit), mental  (perilaku salah), spiritual (kekacauan nilai-nilai luhur) dan sosial (rusak komunikasi).
Pusat rehabilitasi adalah tempat atau sarana yang digunakan untuk proses pemulihan atau perbaikan untuk kembali seperti semula, seperti untuk masalah ketergantungan narkoba, penyandang cacat baik fisik maupun mental dan masalah lainnya. Rehabilitasi wanita adalah suatu program yang mencakup penilaian awal, pendidikan pasien, pelatihan, bantuan psikologis maupun pencegahan penyakit bagi wanita.
Dengan prinsip utama bahwa rehabilitasi tersebut adalah dalam upaya melakukan pemulihan terhadap korban secara komprehensif  (baik medis mapun sosial) dan dalam prinsip untuk memanusiakan-manusia.

Selain itu adapun beberapa definisi tentang rehabilitasi :
1.         Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Narkotika, Rehabilitasi Medis adalah “suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika”.
2.         Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika Rehabilitasi Sosial adalah ”suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu baik fisik, mental maupun sosial agar bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat”.
3.         Menurut KEPMENKES 996/MENKES/SK/VIII/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sarana  Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA. Rehabilitasi adalah ”Upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui pendekatan non-medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin”.
4.         KEPMENKES 996/MENKES/SK/VIII/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sarana  Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA, Sarana Pelayanan Rehabilitasi adalah ”tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan rehabilitasi penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA, berupa Kegiatan Pemulihan dan Pengembangan secara terpadu baik fisik, mental, sosial dan agama”.

B.       Jenis – jenis Rehabilitas
Adapun untuk wanita dalam penanganan rehabilitasi terbagi menjadi beberapa jenis rehabilitasi, diantaranya :

1.    Rehabilitasi Fisik
Yaitu agar bekas penderita memperoleh perbaikan  fisik semaksimal mungkin, misalnya seorang wanita yang terkena tindak kekerasan dalam rumah tangga seperti wajahnya tersiram air keras, maka wanita tersebut harus diberikan pengobatan yang secepatnya baik pada wajah atau anggota tubuh lainnya agar wanita tersebut dapat kembali ke tengah masyarakat dan tidak merasa malu akibat luka yang ditimbulkan tersebut.

2.    Rehabilitasi Mental
Yaitu agar bekas penderita menyesuaikan diri dalam hubungan perorangan dan sosial secara memuaskan, misalnya seorang wanita yang mengkonsumsi zat/obat-obatan terlarang maka wanita tersebut akan mengalami dampak yang buruk dari mengkonsumsi zat/obat-obatan terlarang  tersebut, diantaranya emosi labil, moral rusak yang akan membuat wanita tersebut menjadi rendah diri dan merasa dikucilkan.

3.    Rehabilitasi Sosial Vokasional
Yaitu agar bekas penderita menempati suatu pekerjaan dalam masyarakat dengan kapasitas kerja yang semaksimal sesuai dengan kemampuan dan ketidakmampuannya.

4.    Rehabilitasi Aestetis
Yaitu untuk mengembalikan rasa keindahan walaupun kadang-kadang fungsi dari alat tubuhnya itu sendiri tidak dapat dikembalikan, misalnya penggunaan mata palsu, operasi wajah pada penderita yang mengalami kerusakan pada wajahnya akibat tindak kekerasan, operasi vagina pada wanita telah berkeluarga dan tetap menjaga keharmonisan keluarganya dan sebagainya.

5.    Rehabilitasi medis
Yaitu suatu bentuk layanan kesehatan terpadu di bawah naungan rumah sakit yang dikoordinasi dokter spesialis rehabilitasi medis. Tim rehabilitasi medik :
·        Dokter spesialis rehabilitasi medik : penanggung jawab tim, coordinator, dokter fungsional dan terapis rehabilitasi medik.
·        Fisioterapis : tindakan terapi fisik.
·        Terapis Wicara.
·        Terapis Okupasi.
·        Psikolog.
·        Ortotis / Prostetis.
·        Petugas sosial medis.
·        Perawat rehabilitasi medik.





C.       Macam – Macam Penanganan oleh Pusat Rehabilitasi

1.    Pusat Rehabilitasi Pengguna Narkoba / NAPZA
Pecandu NAPZA adalah merupakan korban sehingga berhak untuk mendapatkan hak atas rehabilitasi. Hak ini sesungguhnya telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan nasional yang terkait dengan pecandu NAPZA  diantaranya adalah: (1) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika; (2) Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika; (3) KEPMENKES 996/MENKES/SK/VIII/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sarana  Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA;  (4) KEPMENKES 996/MENKES/SK/VIII/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sarana  Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA.   
Tujuan umum pendirian Pusat Rehabilitasi Penyalahgunaan NAPZA Terpadu adalah untuk memberikan jaminan penanganan paripurna kepada korban penyalahgunaan NAPZA melalui aspek hukum, aspek medis, aspek sosial, aspek spiritual, serta pengembangan pendidikan dan pelatihan dalam bidang NAPZA secara terpadu.
Sedangkan tujuan khususnya adalah:
·      Terhindarnya korban dan institusi dan penetrasi pengedar
·      Terhindarnya kerusakan mental dan masa depan para penyalahguna NAPZA yang akan membunuh potensi pengembangan mereka.
·      Terhindarnya korban-korban baru akibat penularan penyakit  seperti Hepatitis, HIV/AIDS, dan penyakit menular lainnya.
·      Terwujudnya penanganan hukum yang selaras dengan pelayanan rehabilitasi medis/sosial.
·      Terwujudnya proses pengembangan penanganan korban NAPZA dan aspek ilmiah, serta keilmuan yang dinamis, mewujudkan teknis penanganan penyalagunaan narkotika dan obat-obatan terlarang.

2.    Pusat rehabilitasi PSK
PSK (Pekerja Seks Komersial) adalah profesi yang menjual jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual pelanggan. Biasanya pelayanan ini dalam bentuk menyewakan tubuhnya karena faktor ekonomi ( miskin ), pendidikan rendah, kecewa terhadap orang yang dikasihi, adanya permasalahan dalam keluarga, faktor psikologis ( adanya rasa ingin balas dendam dan ingin mendapatkan sesuatu yang mudah ), terjurumus dalam pergaulan yang salah.
Tujuan dari Rehabilitasi ini adalah :
·      Untuk mengetahui latar belakang yang membuat wanita itu menjalani profesi ini
·      Memberikan rasa optimisme masa depan yang baik pada wanita yang sebagai pekerja seks komersial
Kelemahan dari rehabilitasi itu adalah karena kurang sesuai dengan
kebutuhan pekerja seks. Selain itu, program yang telah mengeluarkan biaya
yang besar ini juga dianggap tidak tepat sasaran, karena banyak pekerja
seks yang telah menjalani rehabilitasi ternyata tidak menggunakan dan
mengembangkan ketrampilan yang didapatkan.
Pemberdayaan perempuan di lokalisasi pertama-tama harus berurusan dengan mental. Yang harus diubah adalah mental mereka agar tidak tergantung pada laki-laki. Karena itu, diperlukan transformasi dari mental pasif menjadi mental aktif, dimana mereka secara sadar mengambil tanggung jawab atas hidup mereka sendiri. Setelah urusan mental bisa diselesaikan,barulah kemudian dilanjutkan dengan pendidikan , training, dan sistem penempatan.

3.    Pusat Rehabilitasi kanker Payudara
Kanker Payudara adalah penyakit di mana sel-sel (kanker) yang ganas terdeteksi dalam jaringan payudara. Sel-sel kanker ini kemudian bisa menyebar di dalam jaringan atau organ tubuh dan juga bisa menyebar ke bagian tubuh yang lain.
Langkah – langkah untuk rehabilitasi :
a.       Rehabilitasi fisik mencakup :
·      Latihan bahu setelah pembedahan
·      Perawatan lengan atas untuk mencegah pembekakan kerusakan getah   bening.
·      Gizi seimbang dan perubahan gaya hidup untuk meningkatkan kesembuhan

b.      Rehabilitasi mental, menakup :
·      Dukungan yang kuat dari pasangan, keluarga, teman & kelompok pendukung
·      Wanita bisa merasa aman jika dia tahu kemungkinannya untuk sembuh.
·      Memeriksakan diri ke dokter secara teratur

4.    Tempat Rehabilitasi Untuk Wanita Hamil Diluar Nikah
Tempat Rehabilitasi untuk Wanita Hamil di Luar Nikah ini ditujukan
untuk digunakan oleh para wanita yang mengalami kehamilan di luar nikah dan membutuhkan bantuan, baik itu berupa dukungan moral ataupun material.
Fasilitas yang tersedia di tempat ini adalah sarana konsultasi dan terapi jiwa, sarana konsultasi hukum, sarana konsultasi kehamilan, klinik bersalin, ruang olahraga, ruang rekreasi, ruang makan bersama, ruang pelatihan keterampilan dan fasilitas bangunan tempat tinggal. Berdasarkan perilaku dan kebutuhan mereka yang menggunakan fasilitas ini maka konsep yang digunakan dalam perancangan fasilitas ini adalah ? melindungi?.
Berdasarkan konsep ini maka bentukan bangunan yang digunakan adalah bentuk - bentuk lengkung yang mengarah ke bagian dalam sehingga kesan yang ditimbulkan adalah melindungi/ menutupi apa yang terdapat didalamnya.

5.    Pusat Rehabilitasi osteoporosis
Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang, sehingga tulang menjadi rapuh dan resiko terjadinya patah tulang meningkat. Sekitar 80% persen penderita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi (amenorrhea). Hilangnya hormon estrogen setelah menopause meningkatkan risiko terkena osteoporosis.
Rehabilitasi untuk wanita yang osteopororsis ialah :
a.       Senam rehabilitasi osteopororsis
Membantu penderita dengan meningkatkan kepadatan tulang, mnguatkan otot, memperbaiki kelenturan, serta mengurangi rasa sakit. Lakukan 3 kali perminggu.

b.      Menghindari jatuh
Penderita disarankan memperhatikan semua hal – hal sederhana di rumah seperti menghindari alas kaki yang licin, kabel – kabel, sepatu berserakan dan lain – lain.

c.       Mengikuti terapi dengan obat – obatan osteoporosis




BAB III
(PENUTUP)


A.           KESIMPULAN
Incest adalah Hubungan sedarah hubungan badan atau hubungan seksual yang terjadi antara dua orang yang mempunyai ikatan pertalian darah, incest terbagi menjadi dua golongan yaitu incest sukarela dan paksaan adapun penyebab incest adalah konflik budaya, kemiskinan dan pengguran dampak yang di timbulkan adalah gangguan sistem reproduksi dan gangguan psikologis.
Homeless atau Tunawisma adalah orang yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap di wilayah tertentu dan hidup di tempat umum. Atau bisa juga Homeless yaitu orang yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap dan berdasarkan berbagai alasan harus tinggal di bawah kolong jembatan, taman umum, pinggir jalan, pinggir sungai, stasiun kereta api, atau berbagai fasilitas umum lain untuk tidur dan menjalankan kehidupan sehari-hari.
Sedangkan Wanita di tempat rehabilitasi yaitu, Pusat rehabilitasi adalah tempat atau sarana yang digunakan untuk proses pemulihan atau perbaikan untuk kembali seperti semula, seperti untuk masalah ketergantungan narkoba, penyandang cacat baik fisik maupun mental dan masalah lainnya. Rehabilitasi wanita adalah suatu program yang mencakup penilaian awal, pendidikan pasien, pelatihan, bantuan psikologis maupun pencegahan penyakit bagi wanita.

1 komentar:

Jumat, 20 Maret 2015

INCEST, HOMELESS, WANITA DI PUSAT REHABILITASI


(PENDAHULUAN)

A.       LATAR BELAKANG
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial secara utuh dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem repoduksi serta fungsi dan prosesnya. Dalam kehidupan sehari-hari ada banyak kasus yang menyangkut masalah kesehatan reproduksi seperi incest (hubungan badan sedarah), homeless (tunawisma), dan wanita di pusat rehabilitasi.

Ketiga kasus ini banyak terjadi di masyarakat dan kebanyakkan korbanya adalah perempuan dan anak-anak, dampak yang ditimbulkan adalah gangguan pada sistem reproduksi dan gangguan psikologis yang akan mempengaruhi masadepan pelaksana.
Untuk menanggulangi masalah ini perlu kerjasama antara masayarakat dan pemerintah apabila salah satunya tidak berkontribusi dengan baik maka upaya penanggulanagan tidak akan berhasil dengan baik.

B.       TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan kami untuk menulis makalah ini adalah :
v  Untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai masalah reproduksi (incest, homeless, dan wanita di pusat rehabilitasi)
v  Untuk memenuhi tugas mata kuliah kesehatan reproduksi
v  Membagi wawasan dengan rekan mahasiswa lainnya.

C.       RUMUSAN MASALAH
v  Apa yang dimaksud dengan incest ?
v  Apa yang dimaksud engan homeless ?
v  wanita di pusat rehabilitasi ?



BAB II
(PEMBAHASAN)


I.     INCEST

A.       PENGERTIAN
Hubungan sedarah (Inggris : Incest) adalah hubungan badan atau hubungan seksual yang terjadi antara dua orang yang mempunyai ikatan pertalian darah, misal ayah dengan anak perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, atau antar sesama saudara kandung atau saudara tiri.

B.        JENIS-JENIS INCEST
·      Incest yang bersifat sukarela (tanpa paksaan)
Hubungan seksual yang dilakukan terjadi karena unsur suka sama suka.
·      Incest yang bersifat paksaan
Hubungan seksual dilakukan karena unsur keterpaksaan, misalkan pada anak perempuan diancam akan dibunuh oleh ayahnya karena tidak mau melayani nafsu seksual. Incest seperti ini pada masyarakat lebih dikenal dengan perkosaan incest.

C.       SEBAB DAN AKIBAT DARI INCEST
·      Penyebab Incest
Ada beberapa penyebab atau pemicu timbulnya incest. Akar dan penyebab tersebut tidak lain adalah karena pengaruh aspek struktural, yakni situasi dalam masyarakat yang semakin kompleks. Kompleksitas situasi menyebabkan ketidakberdayaan pada diri individu. Khususnya apabila ia seorang laki-laki (notabene cenderung dianggap dan menganggap diri lebih berkuasa) akan sangat terguncang, dan menimbulkan ketidakseimbangan mental-psikologis. Dalam ketidakberdayaan tersebut, tanpa adanya iman sebagai kekuatan internal/spiritual, seseorang akan dikuasai oleh dorongan primitif, yakni dorongan seksual ataupun agresivitas.

Faktor-faktor struktural tersebut antara lain adalah:
1.    Konflik budaya.
Perubahan sosial terjadi begitu cepat nya seiring dengan perkembangan teknologi. Alat-alat komunikasi seperti radio, televisi, DVD, HP, koran, dan majalah telah masuk keseluruh pelosok wilayah Indonesia. Seiring dengan itu masuk pula budaya-budaya baru yang sebetulnya tidak cocok dengan budaya dan norma-norma setempat. Orang dengan mudah mendapat berita kriminal seks melalui tayangan televisi maupun tulisan di koran dan majalah. Juga informasi dan pengalaman pornografi dan berbagai jenis media. Akibatnya, tayangan televisi, DVD dan berita di koran atau majalah yang sering menampilkan kegiatan seksual incest {hubungan sedarah}serta tindak kekerasannya, dapat menjadi model bagi mereka yang tidak bisa mengontrol nafsu birahinya.

2.    Kemiskinan
Meskipun incest dapat terjadi dalam segala lapisan ekonomi, secara khusus kondisi kemiskinan merupakan suatu rantai situasi yang sangat potensial menimbulkan incest {hubungan sedarah}.Banyak keluarga miskin hanya memiliki satu petak rumah.Rumah yang ada merupakan satu atau dua kamar dengan multi fungsi. Tak pelak lagi, kegiatan seksual terpaksa dilakukan di tempat yang dapat ditonton anggota keluarga lain. Tempat tidur anak dan orangtuanya sering tidak ada batasnya lagi.Ayah yang tidak mampu menahan nafsu birahinya mudah terangsang melihat anak perempuannya tidur.Situasi semacam ini memungkinkan untuk terjadinya incest kala ada kesempatan.



3.    Pengangguran
Kondisi krisis juga mengakibatkan banyak terjadinya PHK yang berakibat banyak orang yang menganggur. Dalam situasi suit mencari pekerjaan, sementara keluarga butuh makan, tidak jarang suami istri banting tulang bekerja seadanya. Dengan kondisi istri jarang di rumah (apalagi bila menjadi TKW), membuat sang suami kesepian. Mencari hiburan di luar rumah pun butuh biaya.Tidak menutup kemungkinan anak yang sedang dalam kondisi bertumbuh menjadi sasaran pelampiasan nafsu birahi ayahnya.

Adapun faktor-faktor Lustig (Sawitri Supardi: 2005) mengemukakan faktor-faktor lain,yaitu:
a.         Keadaan terjepit, dimana anak perempuan manjadi figur perempuan utama yang mengurus keluarga dan rumah tangga sebagai pengganti ibu.
b.         Kesulitan seksual pada orang tua, ayah tidak mampu mengatasi dorongan seksualnya.
c.         Ketakutan akan perpecahan keluarga yang memungkinkan beberapa anggota keluarga untuk lebih memilih desintegrasi struktur dari pada pecah sama sekali.
d.         Sanksi yang terselubung  terhadap ibu yang  tidak berpartisipasi dalam tuntutan peranan seksual sebagai istri.
e.         Pengawasan dan didikan orang tua yang kurang karena kesibukan orang bekerja mencari nafkah dapat melonggarkan pengawasan oleh orangtua bisa terjadi incest.
f.           yang normal pada saat mereka remaja dorongan seksual nya begitu tinggi karena pengaruh tayangan yang membangkitkan naluri birahi juga ikut berperan dalam hal ini.




·        Akibat incest

Ada beberapa akibat dari perilaku incest ini, khususnya yang terjadi karena paksaan.Diantaranya,adalah:
a.    Gangguan psikologis.
Gangguan psikologis akibat dan kekerasan seksual atau trauma post sexual abuse, antara lain : tidak mampu mempercayai orang lain, takut atau khawatir dalam berhubungan seksual, depresi, ingin bunuh diri dan perilaku merusak diri sendiri yang lain, harga diri yang rendah, merasa berdosa, marah, menyendiri dan tidak mau bergaul dengan orang lain, dan makan tidak teratur.
b.    Gangguan medis.
Secara medis menunjukan bahwa anak hasil dari hubungan incest berpotensi besar untuk mengalami kecatatan baik fisik ataupun mental.
c.    Akibat lain yang cukup meresahkan korban adalah mereka sering disalahkan dan mendapat stigma (label) yang buruk. Padahal, kejadian yang mereka alami bukan karena kehendaknya. Mereka adalah korban kekerasan seksual. Orang yang semestinya disalahkan adalah pelaku kejahatan seksual tersebut.
d.    Berbagai studi memperlihatkan, hingga dewasa, anak-anak korban kekerasan seksual seperti incest biasanya akan memiliki self-esteem (rasa harga diri) rendah, depresi, memendam perasaan bersalah, sulit mempercayai orang lain, kesepian, sulit menjaga membangun hubungan dengan orang lain, dan tidak memiliki minat terhadap seks.
e.    Studi-studi lain bahkan menunjukkan bahwa anak-anak tersebut akhirnya ketika dewasa juga terjerumus ke dalam penggunaan alkohol dan obat terlarang, pelacuran, dan memiliki kecenderungan untuk melakukan kekerasan seksual kepada anak-anak.




D.     UPAYA MENGATASI INCEST

Untuk menghindari terjadinya incest yang baik disertai atapun tidak disertai kekerasan seksual, perlu dilakukan tindakan sebagai berikut:
1.    Memperkuat keimanan dengan menjalankan ajaran agama secara benar. Bukan hanya mengutamakan ritual, tetapi terutama menghayati nilai-nilai yang diajarkan sehingga menjadi bagian integral dari diri sendiri. Hal ini dapat dicapai dengan penghayatan akan Tuhan sebagai pribadi, sehingga relasi dengan Tuhan bersifat “mempribadi”, bukan sekadar utopia yang absurd.
2.    Memperkuat rasa empati, sehingga lebih sensitif terhadap penderitaan orang lain, sekaligus tidak sampai hati membuat orang lain sebagai korban.
3.    Mengisi waktu luang dengan kegiatan kreatif-positif.
4.    Menjauhkan diri dan keluarga dari hal-hal yang dapat membangkitkan syahwat.
5.    Memberikan pengawasan dan bimbingan terhadap anggota keluarga, sehingga dapat terkontrol.
6.    Memberikan pendidikan seks sejak dini, sesuai dengan usia anak.




I.     HOMELESS

1.    PENGERTIAN
Homeless dalam bahasa Indonesia berarti tunawisma. Tunawisma adalah orang yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap di wilayah tertentu dan hidup di tempat umum. Tunawisma adalah orang yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap dan berdasarkan berbagai alasan harus tinggal di bawah kolong jembatan, taman umum, pinggir jalan, pinggir sungai, stasiun kereta api, atau berbagai fasilitas umum lain untuk tidur dan menjalankan kehidupan sehari-hari. Sebagai pembatas wilayah dan milik pribadi, tunawisma sering menggunakan lembaran kardus, lembaran seng atau aluminium, lembaran plastik, selimut, kereta dorong pasar swalayan, atau tenda sesuai dengan keadaan geografis dan negara tempat tunawisma berada untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seringkali tunawisma hidup dari belas kasihan orang lain atau bekerja sebagai pemulung. Gelandangan adalah istilah dengan konotasi negatif yang ditujukan kepada oranorang yang mengalami keadaan tunawisma.
·      Adapun secara spesifik ciri-ciri tunawisma yaitu sebagai berikut:
·      Para tunawisma tidak mempunyai pekerjaan.
·      Kondisi fisik para tunawisma tidak sehat.
Para tunawisma biasanya mencari-cari barang atau makanan disembarang tempat demi memenuhi kebutuhan hidupnya.
d.Para tunawisma hidup bebas tidak bergantung kepada orang lain ataupun keluarganya.
Faktor-faktor yang Mengakibatkan Munculnya Tunawisma
Ada berbagai alasan yang menjadikan seseorang memilih untuk menjalani hidupnya sebagai seorang tunawisma antara lain segi ekonomi. Kemiskinan merupakan faktor utama, kemiskinan menyebabkan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan papan, sehingga mereka bertempat tinggal di tempat-tempat umum.Kemiskinan juga menyebabkan rendahnya pendidikan sehingga tidak mempunyai ketrampilan dan keahlian untuk bekerja.Hal ini berdampak pada anak-anak mereka.Mereka tidak mampu untuk membiayai anak-anaknya sekolah sehingga anak-anak mereka juga ikut menjadi tunawisma, anak yang ditinggalkan orang tuanya sehingga mempengaruhi psikologis anak tersebut, kerenggangan hubungan dengan orang tua, atau keinginan untuk hidup bebas.
Anak yang ditinggal orang tuanya atau tidak mempunyai orang tua, saudara dan tempat tinggal maka mereka mencari tempat berteduh di tempat umum. Mereka mencari komunitas yang mau menerima dia apa adanya. Lansia yang ditelantarkan oleh keluarganya.Penggusuran karena perkembangan industri.Pengangguran karena kemajuan IPTEK akibatnya tenaga kerja kurang terlatih tersingkir sehingga di PHK.Namun alasan yang terbanyak dan paling umum adalah kegagalan para perantau dalam mencari pekerjaan. Hal ini diakibatkan karena cerita-cerita di kampung halaman tentang kesuksesan perantau kerap menjadi buaian bagi putra daerah untuk turut meramaikan persaingan di kota besar.
Beberapa di antaranya memang berhasil, namun kebanyakan dari para perantau kurang menyadari bahwa keterampilan yang mumpuni adalah modal utama dalam perantauan.Sehingga mereka yang gagal dalam merengkuh impiannya, melanjutkan hidupnya sebagai tunawisma karena malu bila pulang ke kampung halaman.
Masalah kependudukan di Indonesia pada umumnya telah lama membawa masalah lanjutan, yaitu penyediaan lapangan pekerjaan.Dan bila kita meninjau keadaan dewasa ini, pemerataan lapangan pekerjaan di Indonesia masih kurang. Sehingga kota besar pada umumnya mempunyai lapangan pekerjaan yang lebih banyak dan lebih besar daripada kota-kota kecil.
Hal inilah yang menjadi penyebab keengganan tunawisma untuk kembali ke daerahnya selain karena perasaan malu karena berpikir bahwa daerahnya memiliki lapangan pekerjaan yang lebih sempit daripada tempat dimana mereka tempati sekarang.Mereka memutuskan untuk tetap meminta-minta, mengamen, memulung, dan berjualan seadanya hingga pekerjaan yang lebih baik menjemput mereka.
Selain itu, masalah yang sampai saat ini belum teratasi yaitu kemiskinan yang sangat mempengaruhi munculnya tunawisma pada lansia.Permasalahan yang sangat dirasakan oleh kaum miskin yaitu permasalahan sosial ekonomi mereka, yakni karena mereka tidak mempunyai ekonomi yang cukup mereka tidak bisa membeli rumah sehingga mereka memutuskan untuk menjadi tunawisma (gelandangan).
·      Dampak dari Tunawisma
Salah satu penyebab mengapa tunawisma dipermasalahkan yaitu karena kebanyakan para tunawisma tinggal di permukiman kumuh dan liar, menempati zona-zona publik yang sebetulnya melanggar hukum, biasanya dengan mengontrak petak-petak di daerah kumuh di pusat kota atau mendiami stren-stren kali sebagai pemukim liar. Selain itu adanya para tunawisma pun mengganggu pemandangan indah suatu kota sehingga menjadi tidak tertib. Hal tersebut berhubungan dengan pekerjaan para tunawisma seperti, menjadi pengemis, pemulung sampah, pengamen, dan lian-lain sehingga sangat mengganggu kesejahteraan suatu kota tersebut. Sehingga hal tersebut dapat berdampak pada.:
a.         Kebersihan dan Kesehatan Rumah mereka seadanya, ventilasi dan penerangan kurang sehingga sangat jauh dari kriteria rumah sehat.
b.        Perilaku hidup bersih sangat kurang, sehingga muncul berbagai masalah kesehatan. Mereka tidak memperhatikan hal ini karena untuk makan saja mereka hampir tidak bisa terpenuhi. Mereka tidak mempunyai cukup dana untuk memelihara kesehatan dan pengobatan .
c.         Gizi kurang yang dikarenakan ketidakmampuan mereka memenuhi kebutuhan pangan akibat rendahnya daya beli makanan bergizi. Hal ini yang berdampak mereka mengalami gizi buruk termasuk anak hamil dan balita.
d.        Tindak kekerasan sesama tunawisma yang dikarenakan pada perebutan atau persaingan lahan mencari makan sehingga berakibat konflik.
e.         Anak- anak kecil banyak yang dimanfaatkan untuk mengemis dan menyetorkan sejumlah uang setiap harinya.

2.    DAMPAK HOMELESS PADA WANITA
Banyak yang menjadi korban homeless, khususnya anak-anak dan wanita.Pengaruh homeless pada anak-anak dan wanita sangat beresiko tinggi dan banyak dampak negatifnya bagi tumbuh kembang dan kesehatan reproduksi.Pengaruh yang sangat terlihat adalah pada mentalnya.Tetapi tunawisma perempuan jarang terlihat karena mereka sering menemukan perlindungan dengan saudara, teman, atau tunawisma lainnya yang perempuan.Sebagian besar perempuan tunawisma di jalan-jalan itu karena perceraian atau melarikan diri dari kekerasan dalam rumah tangga.Pengabaian juga merupakan kontributor kunci pada wanita tunawisma.
Perempuan mungkin pada peningkatan risiko tunawisma atau dipaksa untuk hidup dengan mantan atau pelaku saat ini untuk mencegah tunawisma.
Terkadang seorang wanita yang menjadi korban homeless memilki bahaya tersendiri bagi kesehatan reproduksinya. Mereka terancam oleh dunia kejahatan, yang biasanya akan terjerumus oleh sindikat penjualan perempuan yang akhirnya menjadi seorang PSK(Pekerja Seks Komersial). Bagi remaja yang belum cukup umur dan kurang pengetahuan, mereka akan mudah terjerat oleh sindikat ini yang kemudian akan berpengaruh terhadap segala aspek reproduksinya yang seharusnya belum menjadi tanggungan atau waktunya.
Banyak wanita homeless sering menjadi korban dikarenakan kurangnya pengetahuan dan ketidakmengertian mereka pada dampak-dampak yang akan mereka alami. Keadaan seperti itu seharusnya ditanggulangi sejak dini. Jika tidak, maka akan semakin banyak wanita yang akan mengalami kerusakan pada organ reproduksi, seperti PMS (Penyakit Menular Seksual) dan Kanker Mulut Rahim (Serviks).
Mungkin pada dasarnya semua wanita tidak mau menjadi seorang homeless, tetapi karena berbagai keadaan yang memaksa mereka menjadi homeless seperti:
1.        Sumber Pendapatan yang rendah
2.        Penggusuran rumah
3.        Tidak mempunyai pekerjaan
4.        Masalah keluarga

Meski begitu adapun upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan korban homeless yaitu:
1.        Memberikan pendidikan kesehatan
2.        Memberikan penyuluhan tentang proses kehidupan dikota tidak senyaman yang mereka pikirkan.
3.        Membantu menyalurkan keterampilan yang mereka miliki sehingga mereka bisa mengandalkan kemampuan mereka sendiri untuk dapat menghasilkan uang.
4.        Memberikan saran kepada homeless agar mau bergabung dengan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) untuk melindungi hak-hak kehidupannya.

3.    PENANGANAN YANG DILAKUKAN TERHADAP TUNAWISMA
Permasalahan tunawisma sampai saat ini merupakan masalah yang masih terjadi, karena berkaitan satu sama lain dengan aspek-aspek kehidupan. Namun pemerintah juga tidak habis-habisnya berupaya untuk menanggulanginya.Dengan berupaya menemukan motivasi melalui persuasi dan edukasi terhadap tunawisma supaya mereka mengenal potensi yang ada pada dirinya, sehingga menumbuhkan keinginan dan semangat untuk berusaha hidup lebih baik.Langkah-langkah yang telah dilakukan adalah dibangunnya Panti Sosial penampung para tunawisma (gelandangan). Melakukan pembinaan kepada para tunawisma yang dilakukan melalui panti dan non panti sehingga dengan cara ini para tunawisma mendapatkan pengetahuan, pembina harus mengetahui asal usul daerahnya serta identifikasi penyebab yang mengakibatkan mereka menjadi penyandang masalah sosial itu. Mengembalikan para tunawisma ke kampung mereka masing-masing.

Disamping hal tersebut pemerintah mengambil kebijakan untuk menanggulangi munculnya tunawisma antara lain:
a.    Tahap persiapan
Karena tunawisma biasanya tidak mempunyai tempat tinggal, maka suatu hal yang esensial bila mereka ditanggulangi dengan memotivasi mereka untuk bersama-sama dikumpulkan dalam di suatu tempat, seperti asrama atau panti sosial.Tujuan dalam tahap ini yaitu untuk berusaha memasuki atau mengenal aktivitas atau kehidupan para Tunawisma.

b.    Tahap Penyesuaian diri
Setelah para tunawisma dikumpulkan , kemudian mereka harus belajar menyesuaikan diri pada lingkungan yang baru, dimana berlaku aturan-aturan khusus.

c.    Tahapan pendidikan yang berkelenjutan
Setelah beberapa para tunawisma dalam lingkungan tersebut diadakan evaluasi mengenai potensi mereka untuk belajar dengan maksud supaya mendapatkan pendidikan yang lebih layak.

4.    KENDALA DALAM PENANGANAN HOMELESS
Kendala-kendala yang menyulitkan upaya penanganan gelandangan adalah:
·           Alokasi dana untuk penanganan Tunawisma relatif kecil.
·           Upaya penanganan terhadap Tunawisma seringkali hanya berhenti pada pendekatan preventif-represif.
·           Upaya penanganan sering tidak didukung oleh kebijakan Pemerintah Daerah.
·           Kurangnya partisipasi dan perhatian dari pemerintah.
·           Belum teratasinya kemiskinan



II.     WANITA DI PUSAT REHABILITASI

A.       Pengertian

Wanita pemakai atau pecandu narkoba biasanya terganggu atau menderita secara fisik (penyakit), mental  (perilaku salah), spiritual (kekacauan nilai-nilai luhur) dan sosial (rusak komunikasi).
Pusat rehabilitasi adalah tempat atau sarana yang digunakan untuk proses pemulihan atau perbaikan untuk kembali seperti semula, seperti untuk masalah ketergantungan narkoba, penyandang cacat baik fisik maupun mental dan masalah lainnya. Rehabilitasi wanita adalah suatu program yang mencakup penilaian awal, pendidikan pasien, pelatihan, bantuan psikologis maupun pencegahan penyakit bagi wanita.
Dengan prinsip utama bahwa rehabilitasi tersebut adalah dalam upaya melakukan pemulihan terhadap korban secara komprehensif  (baik medis mapun sosial) dan dalam prinsip untuk memanusiakan-manusia.

Selain itu adapun beberapa definisi tentang rehabilitasi :
1.         Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Narkotika, Rehabilitasi Medis adalah “suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika”.
2.         Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika Rehabilitasi Sosial adalah ”suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu baik fisik, mental maupun sosial agar bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat”.
3.         Menurut KEPMENKES 996/MENKES/SK/VIII/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sarana  Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA. Rehabilitasi adalah ”Upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui pendekatan non-medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin”.
4.         KEPMENKES 996/MENKES/SK/VIII/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sarana  Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA, Sarana Pelayanan Rehabilitasi adalah ”tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan rehabilitasi penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA, berupa Kegiatan Pemulihan dan Pengembangan secara terpadu baik fisik, mental, sosial dan agama”.

B.       Jenis – jenis Rehabilitas
Adapun untuk wanita dalam penanganan rehabilitasi terbagi menjadi beberapa jenis rehabilitasi, diantaranya :

1.    Rehabilitasi Fisik
Yaitu agar bekas penderita memperoleh perbaikan  fisik semaksimal mungkin, misalnya seorang wanita yang terkena tindak kekerasan dalam rumah tangga seperti wajahnya tersiram air keras, maka wanita tersebut harus diberikan pengobatan yang secepatnya baik pada wajah atau anggota tubuh lainnya agar wanita tersebut dapat kembali ke tengah masyarakat dan tidak merasa malu akibat luka yang ditimbulkan tersebut.

2.    Rehabilitasi Mental
Yaitu agar bekas penderita menyesuaikan diri dalam hubungan perorangan dan sosial secara memuaskan, misalnya seorang wanita yang mengkonsumsi zat/obat-obatan terlarang maka wanita tersebut akan mengalami dampak yang buruk dari mengkonsumsi zat/obat-obatan terlarang  tersebut, diantaranya emosi labil, moral rusak yang akan membuat wanita tersebut menjadi rendah diri dan merasa dikucilkan.

3.    Rehabilitasi Sosial Vokasional
Yaitu agar bekas penderita menempati suatu pekerjaan dalam masyarakat dengan kapasitas kerja yang semaksimal sesuai dengan kemampuan dan ketidakmampuannya.

4.    Rehabilitasi Aestetis
Yaitu untuk mengembalikan rasa keindahan walaupun kadang-kadang fungsi dari alat tubuhnya itu sendiri tidak dapat dikembalikan, misalnya penggunaan mata palsu, operasi wajah pada penderita yang mengalami kerusakan pada wajahnya akibat tindak kekerasan, operasi vagina pada wanita telah berkeluarga dan tetap menjaga keharmonisan keluarganya dan sebagainya.

5.    Rehabilitasi medis
Yaitu suatu bentuk layanan kesehatan terpadu di bawah naungan rumah sakit yang dikoordinasi dokter spesialis rehabilitasi medis. Tim rehabilitasi medik :
·        Dokter spesialis rehabilitasi medik : penanggung jawab tim, coordinator, dokter fungsional dan terapis rehabilitasi medik.
·        Fisioterapis : tindakan terapi fisik.
·        Terapis Wicara.
·        Terapis Okupasi.
·        Psikolog.
·        Ortotis / Prostetis.
·        Petugas sosial medis.
·        Perawat rehabilitasi medik.





C.       Macam – Macam Penanganan oleh Pusat Rehabilitasi

1.    Pusat Rehabilitasi Pengguna Narkoba / NAPZA
Pecandu NAPZA adalah merupakan korban sehingga berhak untuk mendapatkan hak atas rehabilitasi. Hak ini sesungguhnya telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan nasional yang terkait dengan pecandu NAPZA  diantaranya adalah: (1) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika; (2) Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika; (3) KEPMENKES 996/MENKES/SK/VIII/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sarana  Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA;  (4) KEPMENKES 996/MENKES/SK/VIII/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sarana  Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA.   
Tujuan umum pendirian Pusat Rehabilitasi Penyalahgunaan NAPZA Terpadu adalah untuk memberikan jaminan penanganan paripurna kepada korban penyalahgunaan NAPZA melalui aspek hukum, aspek medis, aspek sosial, aspek spiritual, serta pengembangan pendidikan dan pelatihan dalam bidang NAPZA secara terpadu.
Sedangkan tujuan khususnya adalah:
·      Terhindarnya korban dan institusi dan penetrasi pengedar
·      Terhindarnya kerusakan mental dan masa depan para penyalahguna NAPZA yang akan membunuh potensi pengembangan mereka.
·      Terhindarnya korban-korban baru akibat penularan penyakit  seperti Hepatitis, HIV/AIDS, dan penyakit menular lainnya.
·      Terwujudnya penanganan hukum yang selaras dengan pelayanan rehabilitasi medis/sosial.
·      Terwujudnya proses pengembangan penanganan korban NAPZA dan aspek ilmiah, serta keilmuan yang dinamis, mewujudkan teknis penanganan penyalagunaan narkotika dan obat-obatan terlarang.

2.    Pusat rehabilitasi PSK
PSK (Pekerja Seks Komersial) adalah profesi yang menjual jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual pelanggan. Biasanya pelayanan ini dalam bentuk menyewakan tubuhnya karena faktor ekonomi ( miskin ), pendidikan rendah, kecewa terhadap orang yang dikasihi, adanya permasalahan dalam keluarga, faktor psikologis ( adanya rasa ingin balas dendam dan ingin mendapatkan sesuatu yang mudah ), terjurumus dalam pergaulan yang salah.
Tujuan dari Rehabilitasi ini adalah :
·      Untuk mengetahui latar belakang yang membuat wanita itu menjalani profesi ini
·      Memberikan rasa optimisme masa depan yang baik pada wanita yang sebagai pekerja seks komersial
Kelemahan dari rehabilitasi itu adalah karena kurang sesuai dengan
kebutuhan pekerja seks. Selain itu, program yang telah mengeluarkan biaya
yang besar ini juga dianggap tidak tepat sasaran, karena banyak pekerja
seks yang telah menjalani rehabilitasi ternyata tidak menggunakan dan
mengembangkan ketrampilan yang didapatkan.
Pemberdayaan perempuan di lokalisasi pertama-tama harus berurusan dengan mental. Yang harus diubah adalah mental mereka agar tidak tergantung pada laki-laki. Karena itu, diperlukan transformasi dari mental pasif menjadi mental aktif, dimana mereka secara sadar mengambil tanggung jawab atas hidup mereka sendiri. Setelah urusan mental bisa diselesaikan,barulah kemudian dilanjutkan dengan pendidikan , training, dan sistem penempatan.

3.    Pusat Rehabilitasi kanker Payudara
Kanker Payudara adalah penyakit di mana sel-sel (kanker) yang ganas terdeteksi dalam jaringan payudara. Sel-sel kanker ini kemudian bisa menyebar di dalam jaringan atau organ tubuh dan juga bisa menyebar ke bagian tubuh yang lain.
Langkah – langkah untuk rehabilitasi :
a.       Rehabilitasi fisik mencakup :
·      Latihan bahu setelah pembedahan
·      Perawatan lengan atas untuk mencegah pembekakan kerusakan getah   bening.
·      Gizi seimbang dan perubahan gaya hidup untuk meningkatkan kesembuhan

b.      Rehabilitasi mental, menakup :
·      Dukungan yang kuat dari pasangan, keluarga, teman & kelompok pendukung
·      Wanita bisa merasa aman jika dia tahu kemungkinannya untuk sembuh.
·      Memeriksakan diri ke dokter secara teratur

4.    Tempat Rehabilitasi Untuk Wanita Hamil Diluar Nikah
Tempat Rehabilitasi untuk Wanita Hamil di Luar Nikah ini ditujukan
untuk digunakan oleh para wanita yang mengalami kehamilan di luar nikah dan membutuhkan bantuan, baik itu berupa dukungan moral ataupun material.
Fasilitas yang tersedia di tempat ini adalah sarana konsultasi dan terapi jiwa, sarana konsultasi hukum, sarana konsultasi kehamilan, klinik bersalin, ruang olahraga, ruang rekreasi, ruang makan bersama, ruang pelatihan keterampilan dan fasilitas bangunan tempat tinggal. Berdasarkan perilaku dan kebutuhan mereka yang menggunakan fasilitas ini maka konsep yang digunakan dalam perancangan fasilitas ini adalah ? melindungi?.
Berdasarkan konsep ini maka bentukan bangunan yang digunakan adalah bentuk - bentuk lengkung yang mengarah ke bagian dalam sehingga kesan yang ditimbulkan adalah melindungi/ menutupi apa yang terdapat didalamnya.

5.    Pusat Rehabilitasi osteoporosis
Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang, sehingga tulang menjadi rapuh dan resiko terjadinya patah tulang meningkat. Sekitar 80% persen penderita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi (amenorrhea). Hilangnya hormon estrogen setelah menopause meningkatkan risiko terkena osteoporosis.
Rehabilitasi untuk wanita yang osteopororsis ialah :
a.       Senam rehabilitasi osteopororsis
Membantu penderita dengan meningkatkan kepadatan tulang, mnguatkan otot, memperbaiki kelenturan, serta mengurangi rasa sakit. Lakukan 3 kali perminggu.

b.      Menghindari jatuh
Penderita disarankan memperhatikan semua hal – hal sederhana di rumah seperti menghindari alas kaki yang licin, kabel – kabel, sepatu berserakan dan lain – lain.

c.       Mengikuti terapi dengan obat – obatan osteoporosis




BAB III
(PENUTUP)


A.           KESIMPULAN
Incest adalah Hubungan sedarah hubungan badan atau hubungan seksual yang terjadi antara dua orang yang mempunyai ikatan pertalian darah, incest terbagi menjadi dua golongan yaitu incest sukarela dan paksaan adapun penyebab incest adalah konflik budaya, kemiskinan dan pengguran dampak yang di timbulkan adalah gangguan sistem reproduksi dan gangguan psikologis.
Homeless atau Tunawisma adalah orang yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap di wilayah tertentu dan hidup di tempat umum. Atau bisa juga Homeless yaitu orang yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap dan berdasarkan berbagai alasan harus tinggal di bawah kolong jembatan, taman umum, pinggir jalan, pinggir sungai, stasiun kereta api, atau berbagai fasilitas umum lain untuk tidur dan menjalankan kehidupan sehari-hari.
Sedangkan Wanita di tempat rehabilitasi yaitu, Pusat rehabilitasi adalah tempat atau sarana yang digunakan untuk proses pemulihan atau perbaikan untuk kembali seperti semula, seperti untuk masalah ketergantungan narkoba, penyandang cacat baik fisik maupun mental dan masalah lainnya. Rehabilitasi wanita adalah suatu program yang mencakup penilaian awal, pendidikan pasien, pelatihan, bantuan psikologis maupun pencegahan penyakit bagi wanita.

1 komentar: